Cari Blog Ini

Jumat, 30 November 2012

Tanggal Sembilan Belas
Lahir pada tanggal sembilan belas menunjukkan getaran nada orang tanggal satu sampai sembilan yang memoengaruhi kepribadian Anda.  Logis, tekun, ulet, praktis, artistik dan universal, Anda bisa berada di puncak ketinggian atau jatuh ke lubang yang dalam sehubungan dengan tindakan dan emosi.  Anda mandiri dan tidak menyerah pada keterbatasan.  Kemandirian ini merupakan sumber ketidaksukaan Anda terhadap undang-undang masyarakat, yang mana tidak Anda ikuti dalam kehidupan pribadi tanpa menyinggung publik.  Kepandaian Anda dalam banyak hal menciptakan banyak pilihan karir meskipun Anda lebih cocok menjadi seorang profesional daripada terjun dalam bidang bisnis.  Rasa tanggung jawab dan dorongan hati yang kuat Anda untuk mencapai kondisi yang lebih baik membekali Anda untuk terjun dalam dunia politik bila Anda memang tertarik.  Anda menyukai perubahan dan variasi, selalu mengubah keadaan di sekitar Anda dan akan beradaptasi terhadapnya.


Tanggal Dua
Lahir pada tanggal dua menunjukkan bahwa Anda sangat emosional dan sensitif terhadap sekitar Anda.  Walaupun kadang-kadang gugup dan pelupa, Anda mudah sekali berteman dan mereka menyukai Anda.  Anda memiliki sifat yang hangat dan membutuhkan kasih sayang yang ditunjukkan secara nyata.  Dengan kata lain, Anda suka dengan orang yang "berepot-repot" untuk Anda.  Penting bagi Anda untuk menghindari perubahan suasana hati dan segala sesuatu yang membuat Anda depresi.  Meskipun Anda menyukai benda-benda materi, Anda tidak selalu bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.  Bakat ritmis Anda bisa diwujudkan dalam menulis puisi atau musik.


19 Maret
Gesit, berpikiran tidak menentu dan hatinya jarang bisa tenteram, tetapi otaknya terang dan firasatnya tajam. Usahanya bisa berhasil berkat keuletannya.
 

2 Agustus
Cerdik, tangkas, ingatannya kuat, ramah-tamah, periang dan manis budi bahasanya. Ia bisa menjadi teman yang menyenangkan dalam pergaulan umum.

Perayaan Ulang Tahun Dalam Islam

Perayaan ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak
pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW.

Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:
 
1.      Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid’ah.
Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah dia dalam kategori pembuat bid’ah.
 
2. Ulang tahun adalah produk Barat/ non muslim
Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan. Hal tersebut dikuatkan oleh dalil yang melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: من تشبه بقوم فهو منهم Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk mereka (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Seolah pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
 
3. Ulang tahun sama sekali tidak membawa manfaat.
Tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, lalu tiup lilin, potong kue, bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan kalau mau jujur, justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor pada tradisi bangsa lain.
 
4. Kelancangan terhadap Allah SWT.
Menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya ('Ied). Tindakan ini berarti suatu kelalancangan terhadap Allah dan RasulNya, dimana kita menetapkannya sebagai 'Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan RasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.
Saat memasuki kota Madinah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapati dua hari raya yang digunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang-senang dan menganggapnya sebagai hari 'Ied, maka beliau bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu 'Idul Fitri dan 'Idul Adha".
 
5. Mensyukuri nikmat Allah harusnya tidaklah hanya satu tahun sekali.
Adapun mensyukuri nikmat Allah atas umur dan semua anugerah-Nya sepanjang hidup kita dan memohon keselamatan dunia akhirat tidak harus menunggu waktu ulang tuhun tiba yang hanya setahun sekali, melakukan hal tersebut (bersyukur atas ni’mat dan berdo’a) harus kita lakukan setiap saat terutama setelah sholat yang merupakan salah satu waktu ijabah do’a. Justru mengadakan pengkhususan aktifitas tersebut pada hari ulang tahun merupakan perkara yang menyelisihi Islam dan sekali lagi merupakan bentuk peng-ekoran kita kepada ajaran kufur.
 
6. Mencegah suatu keburukan merupakan kewajiban
Selain itu yang penting juga untuk diketahui bahwa dalam hukum Islam dikenal istilah “Sadd Az-Zariah”. Artinya mencegah sesuatu yang dikhawatirkan nantinya akan berakibat buruk. Karena itu ketika muncul trend qiyamullail, dikeluarkan fatwa yang meminta agar aktifitas itu tidak perlu dihidup-hidupkan. Memang acara itu dalam rangka mencounter hura-hura malam tahun baru sekian tahun yang lalu, lalu kemudian aktifitas qiyamullail di malam tahun baru semakin menggejala di kalangan aktifis dakwah, namun ditakutkan suatu hari nanti orang akan beranggapan bahwa aktifitas seperti harus rutin dilaksanakan. Meski awal pemikirannya cukup baik yaitu mengalihkan gairah para pemuda dari hura-hura malam tahun baru dengan terompet, campur baur muda mudi, atau pesta pora dan lainnya, dialihkan menjadi shalat malam berjamaah, tafakkur dan merenung tentang arti Islam bahkan ada doa bersama dan menangis menyesali dosa-dosa. Tapi trend ini semakin tahun semakin luas dan para ulama mengkhawatirkan akan menimbulkan salah persepsi bagi orang awam, bahwa aktifitas ini harus rutin dikerjakan dan seolah menjadi bagian dari syariat agama ini. Karena itu selama masih bisa ditangkal, sebelum membesar dan sulit dihilangkan, dikeluarkanlah fatwa untuk menghimbau para aktifis dakwah agar tidak perlu menyelenggarakan qiyamullail tiap malam tahun baru. Kalau mau tahajjud dan qiyamullail, silahkan dikerjakan masing-masing di rumah.
Adapun sebagian lainnya dari para ulama, mereka cenderung membolehkan ulang tahun. Dengan landasan dasar bahwa ulang tahun bukanlah ibadah ritual. Sehingga selama tidak ada larangannya yang secara langsung disebutkan di dalam nash Quran atau sunnah, hukum asalnya adalah boleh. Sesuai dengan kaidah “al-ashlu fil asy-yaa’i al-ibahah.” Bahwa kaidah dasar dari masalah muamalah adalah kebolehan, selama tidak ada nash yang secara tegas melarangnya.
Adapun alasan peniruan orang kafir, dijawab dengan argumen bahwa tidak semua yang dilakukan oleh orang kafir haram dikerjakan. Hanya yang terkait dengan peribadatan saja yang haram, adapun yang terkait dengan muamalah, selama tidak ada nash yang langsung melarangnya, hukumnya tidak apa-apa bila kebetulan terjadi kesamaan. Misalnya, kebiasaan pesta pasca panen di suatu negeri yang masih kafir. Apakah bila ada kebiasaan yang sama di suatu negeri muslim, dianggap sebagai bentuk peniruan? Tentu tidak, sebab hal itu dipandang sebagai ‘urf yang lazim, tidak ada kaitannya dengan wilayah kekufuran atau kebatilan. Para ulama dari kelompok ini cenderung menetapkan ‘illat haramnya peniruan pada orang kafir berdasarkan titik keharamannya. Bukan semata-mata dilakukan oleh mereka. Misalnya, kebiasaan orang kafir memberikan sesaji kepada gunung yang mau meletus, maka hukumnya haram bagi muslimin untuk melakukannya. Adapun bila ada nash secara langsung dari Rasulullah SAW untuk tidak meniru suatu perbuatan tertentu, maka wajib bagi tiap muslim untuk mengikuti perintah beliau. Misalnya, larangan Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk mencukur jenggot dan memelihara kumis, sebab dianggap menyerupai orang kafir. Maka larangan itu tetap berlaku, meski pun orang kafir sendiri telah merubah kebiasaannya.

            Bahkan ada pula ulama yang berpendapat bahwa perayaan ulang tahun itu mubah bukan bid’ah bahkan menurut ibnu hajar memberi ucapan selamat atas berbagai nikmat (termasuk ulang tahun) adalah disyariatkan. Suatu ketika Tholhah bin Ubaidillah disisi Rasul mengucapkan “selamat” kepada ka’b bin malik atas diterimanya taubatnya karena tidak ikut perang tabuk.
Dasar Hukum :
قال القمولى لم أر لأحد من اصحابنا كلاما فى التهنئة بالعيد والأعوام والأشهر كما يفعله الناس لكن نقل الحافظ المنذرى أنه أجاب عن ذلك بأن الناس لم يزالوا مختلفين فيه والذى أراه أنه مباح لاسنة فيه ولابدعة وأجاب الشهاب ابن حجر بعد اطلاعه على ذلك بأنها مشروعة واحتجّ له بأن البيهقى عقد لذلك بابا ...اهـ (الإقناع ج 1 ص 162)
Ulama Saudi Syaikh Salman al-Oadah dalam sebuah siaran televisi, yang mengatakan bahwa Muslim boleh merayakan ulang tahun kelahiran atau perkawinan.
"Dibolehkan untuk merayakan hari kelahiran seseorang atau merayakan peristiwa-peristiwa yang membahagiakan seperti ulang tahun perkawinan. Dibolehkan pula melemparkan karangan bunga ke arah teman-teman atau kerabat, " kata Syaikh Salman dalam sebuah acara di MBC, salah satu stasiun televisi yang populer di Arab Saudi. "Ini bukan perayaan hari keagamaan, cuma perayaan biasa dengan teman-teman. Tak ada yang salah dengan itu semua, " sambungnya.
Pernyataan al-Oadah didukung oleh rektor Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad, Dr Saud el-Fanissan. Ia menyatakan, perayaan ulang tahun tidak jadi masalah asalkan pelaksanaanya tidak meniru budaya Barat, misalnya dengan menyalakan lilin dan meniupnya.
"Perayaan semacam itu (dengan tiup lilin) tidak bisa diterima karena meniru budaya Barat. Tapi jika perayaannya tidak disertai ritual-ritual semacam itu-tiup lilin dan sejenisnya-boleh-boleh saja, " jelas el-Fanissan. Ia menambahkan, umat Islam boleh membuat perayaan saat kelulusan sekolah, saat sembuh dari sakit dan perayaan lain yang serupa. El-Fanissan juga menyatakan setuju dengan pendapat al-Oadah untuk tidak menggunakan kata Eid (bahasa Arab yang artinya perayaan) untuk perayaan-perayaan semacam itu. Karena dalam Islam hanya ada dua perayaan, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.